Laman

Sunday 11 December 2011

SERTIFIKASI GURU


SERTIFIKASI GURU

Sertifikasi Guru merupakan proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan. Sertifikasi guru ini didasarakan pada Pasal 11 yat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang aturan pelaksanaannya diamanatkan kepada Pemerintah (Peraturan Pemerintah). Namun, karena pada Pasal 82 ayat (1) dalam Undang-Undang tersebut mewajibkan Pemerintah untuk melaksanakan sertifikasi guru paling lambat 12 bulan setelah ditetapkan, maka tanpa Peraturan Pemerintah program sertiifikasi guru tetap dilaksanakan oleh Menteri. Karena pertimbangan belum adanya PP, untuk melaksanakan sertifikasi guru Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Peraturan dua kali. Yang pertama Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007, yang ditetapkan pada bulan Mei 2007 dan Paraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 tahun 2007 yang ditetapkan pada bulan November 2007.
Ada perbedaan mendasar dalam dua Permendiknas tersebut. Pada Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 sertifikasi guru dilakukan dengan uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen. Apabila guru yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan penilaian portofolio, dapat melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk melengkapi dokumen portofolio agar mencapai nilai lulus, atau mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG) yang diakhiri dengan ujian; sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi (Pasal 2 ayat (5) huruf a dan b).
Sedang dalam Permendiknas Nomor 40 tahun 2007 sertifikasi guru dilakukan tanpa harus melalui persyaratan-persyaratan, yaitu berprestasi di bidang profesinya, dan lulus seleksi (Pasal 2 ayat 1). Kegiatan sertifikasi guru diawali dengan seleksi administrasi yang oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan selanjutnya dilakukan seleksi akademik oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang ditunjuk (Pasal 2 ayat 2).
Penulis belum pernah menlusuri, kenapa ada 2 Permendiknas yang mengatur satu hal yang sama, yaitu sertifikasi guru dalam jabatan. Entah yang kedua berarti mengganti Permendiknas yang pertama, atau kedua-duanya bisa digunakan pedoman. Hal ini karena di dalam Permendiknas yang kedua tidak disebutkan sebagai pengganti atau menyatakan tidak berlakunya Permendiknas yang terdahulu.
Pada kenyataannya, sampai dengan tahun 2010, sertifikasi guru masih dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio. Namun pada periode akhir tahun 2011, sertifikasi sudah tidak melalui jalur portofolio lagi. Apabila hal ini didasarkan pada Permendiknas, kenapa baru tahun 2011 dilaksanakan? Padahal Permendiknas Nomor 40 tahun 2007 sudah ditetapkan sejak tahun 2007.
Apapun yang terjadi, kenyataan tersebut telah memberikan dampak positif bagi program sertifikasi guru. Sekarang, untuk mendapatkan sertifikasi, seorang guru harus melalui pendidikan dan pelatihan yang diakhiri dengan ujian praktek dan tulis dalam rangkaian kegiatan PLPG yang sangat bermanfaat bagi peningkatan profesionalitas guru.
PLPG yang penuh manfaat dan sangat dibenci guru pada era portofolio itu, sekarang sudah menjadi kewajiban untuk mendapatkan sertifikat guru. Dulu, menjadi peserta PLPG identik dengan tidak lulus. Prediket tidak lulus identik dengan prestasi yang rendah. Makanya, pada saat itu, guru yang berhasil mengelabui para pejabat dengan menumpuk perangkat pembelajaran fiktif, sertifikat-sertifikat hasil scanner, merasa telah memiliki prestasi lebih dibanding guru yang tidak berhasil mengelabui para pejabat. Sungguh merupakan upaya yang sangat baik dari pemerintah untuk tidak memberlakukan sertifikasi guru melalui jalur portofolio. Siapapun yang terdaftar sebagai peserta program sertifikasi guru dalam jabatan harus mengikuti proses PLPG.
Dampak dari pelaksanaan sertifikasi guru melalui jalur PLPG memang luar biasa. Banyak guru yang tidak lulus ujian setelah mengikuti PLPG.  Prosentase kelulusan hanya berkisar 15 – 30% saja. (walaupun ada perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi guru yang meluluskan peserta sampai 60%). Yang jelas, hal ini merupakan gambaran kasar kualitas guru di Negera kita ini. Bagaimana pendidikan ini akan menuai kualitas baik apabila guru-gurunya tidak memenuhi standar dan kompetensi? Ironis memang, para guru selalu menggemborkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia hanya dipengaruhi oleh pendanaan yang kurang, khususnya terkait dengan kesejahteraan guru-gurunya. Apakah kita tidak melihat realitas, banyak guru yang telah lulus sertifikasi guru melalui jalur portofolio, dan mendapatkan tunjangan profesi, tetap saja tidak menampakkan peningkatan kualitas pembelajaran? Padahal, dengan program ini diharapkan para guru dapat meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan tugas dengan baik dan professional. Oleh karena itu, selain memberikan pendidikan, dalam sertifikasi guru perlu dilakukan penilaian terhadap unjuk kerjanya, agar dana rakyat tidak terlalu banyak terbuang, hanya untuk mensejahterakan sebagian orang yang opportunis, bahkan membuka ruang bagi para pejabat untuk mengkais hasil dari proyek ini.
Sertifikasi guru yang merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui peningkatan mutu pendidik, telah banyak dibelokkan arah dan tujuannya. Idealnya, melalui sertifiikasi diharapakan kualitas pendidik meningkat, kualitas pembelajaran yang dilaksanakan juga meningkat, dan akhirnya kualitas output pendidikan juga meningkat. Namun kenyataannya, guru-guru yang mendapatkan sertifikat (pada era poftofolio) belum mampu meningkatkan kualitas pembelajarannya, apalagi meningkatkan kualitas output pendidikan. Kinerja mereka pada pra dan pasca mendapatkan sertifikat tidak jauh berbeda.
Perbedaan hanya terjadi pada kesejahteraan yang didapatkan. Paradigma ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Melihat gambaran paradigma sertifikasi ideal dan realitas di atas, timbul pertanyaan ‘di mana letak kesalahan sertifikasi?’ Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa melihat di mana letak pembelokan arah dibandingkan kondisi ideal. Apabila kita lihat bagan di atas, arah sertifikasi sejak awal telah membelok,  yang semula bertujuan meningkatkan kualitas proses pembelajaran melalui peningkatan kualitas guru, pada kenyataannya hanya meningkatkan kesejahteraan guru.
Pada era portofolio, tentunya kesalahan terjadi pada sistem, yang ternyata masih memberi peluang untuk memanipulasi dokumen yang diportofoliokan. Sebagian besar portofolio yang dikembangkan guru merupakan dokumen yang dipersiapkan beberapa minggu sebelum diajukan sebagai persyaratan mendapatkan sertifikat. Baik perangkat pembelajaran, apalagi sertifikat-sertifikat pelatihan dan SK pengabdian di masyarakat.
Kualitas guru yang mendapatkan sertifikat pada era ini sangat wajar apabila masih dipertanyakan. Mendingan guru yang saat itu tidak lulus portofolio, kemudian mendapatkan kesempatan mengikuti PLPG. Mereka yang mengikuti PLPG mendapatkan ilmu dari para Profesor dan Doktor yang memang ahli dalam bidang pembelajaran. Dengan PLPG ini kualitas para guru bisa meningkat. Sayangnya, penetapan kelulusan yang masih lebih mengarah pada ‘peningkatan kesejahteraan’ daripada ‘peningkatan kualitas guru’ yang menjadi modal utama terciptanya “proses pembelajaran berkualitas’.
Kenyataan yang terjadi di lapangan, pemberian sertifikasi guru masih jauh dari yang diharapkan. Banyak guru lulus sertifikasi, tetapi pada kenyataanya tidak kompeten. Misalnya, ada seorang guru mempunyai pengetahuan yang cukup tinggi sebagai seorang guru. Ia mampu membuat dan melengkapi persyaratan yang diperlukan. Ia juga mampu menunjukkan kinerja yang bagus dalam uji kompetensi. Namun, pada kenyataanya ia adalah sorang guru yang malas mengajar. Ia tidak cukup baik untuk menjadi seorang teladan bagi murid-muridnya. Karna dalam uji sertifikasi tidak ada verikasi faktual terhadap kinerja guru, maka guru tersebut bisa lulus dalam sertifikasi.
Apapun yang terjadi saat itu, alhamdulillah, sekarang sudah mengalami perubahan dengan pelaksanaan sertifikasi guru melalui jalur pendidikan dan pelatihan. Kita tunggu, apa yang terjadi dalam sertifikasi melalui jalur PLPG. Semoga, harapan masyarakat menikmati pendidikan berkualitas, dapat terpenuhi melalui program sertifikasi ini.

Tayu, 16 Nopember 2011.
AHMAD NUR ALI

1 comment: