Laman

Tuesday 20 April 2010

Manajemen Mutu dalam Pendidikan

MANAJEMEN MUTU DALAM PENDIDIKAN



A. Pendahuluan
Upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan titik strategis dalam upaya menciptakan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu pilar pembangunan bagi suatu bangsa melalui pengembangan potensi individu. Karenanya, dapat dikatakan bahwa masa depan suatu bangsa terletak pada mutu dan kualitas pendidikan yang dilaksanakan.

Untuk menjamin mutu dan kualitas pendidikan, diperlukan perhatian yang serius, baik oleh penyelenggaran pendidikan, pemerintah, maupun masyarakat. Sebab, dalam sistem pendidikan nasional sekarang ini, konsentarasi terhadap mutu dan kualitas bukan semata-mata tanggungjawab sekolah dan pemerintah, tetapi merupakan sinergi antara berbagai komponen termasuk masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus sadar dan berkonsentrasi terhadap peningkatan mutu pendidikan. Untuk melaksanakan penjaminan mutu tersebut, diperlukan kegiatan yang sistematis dan terencana dalam bentuk manajemen mutu.

Manajemen mutu dalam pendidikan merupakan cara dalam mengatur semua sumber daya pendidikan, yang diarahkan agar semua orang yang terlibat di dalamnya melaksanakan tugas dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan sehingga menghasilkan jasa yang sesuai bahkan melebihi harapan pelanggan.

B. Manajemen Mutu dalam Pendidikan

1. Konsep Dasar Manajemen Mutu
Istilah manajemen memiliki banyak arti, tergantung orang yang mengartikannya. Menurut Moefti Wiriadihardja (1987: 30), manajemen adalah mengarahkan/memimpin sesuatu daya usaha melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian dan pengendalian sumber daya manusia dan bahan ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sedang Syafaruddin (2005: 42) mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses pengaturan dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki organisasi melalui kerjasama para anggota untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dari dua pengertian di atas, dapat dipahami bahwa manajemen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam sebuah organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Sedangkan mutu, secara essensial digunakan untuk menujukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang (product) dan/atau jasa (service) tertentu berdasarkan pertimbangan obyektif atas bobot dan/atau kinerjanya (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2005:9). Jasa/pelayanan atau produk tersebut dikatakan bermutu apabila minimal menyamai bahkan melebihi harapan pelanggan. Dengan demikian, mutu suatu jasa maupun barang selalu berorientasi pada kepuasaan pelanggan. Apabila kata mutu digabungkan dengan kata pendidikan, berarti menunjuk kepada kualitas product yang dihasilkan lembaga pendidikan atau sekolah. Yaitu dapat diidentifikasi dari banyaknya siswa yang memiliki prestasi, baik prestasi akademik maupun yang lain, serta lulusannya relevan dengan tujuan (Aan Komariah dan Cepi Tiratna, 2005: 8)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen mutu adalah suatu cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif dan terintegrasi yang diarahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan secara konsisten dan mencapai peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek aktivitas organisasi.

Sasaran yang dituju dari manajemen mutu adalah meningkatkan mutu pekerjaan, memperbaiki prodiktivitas dan efisiensi melalui perbaikan kinerja dan peningkatan mutu kerja agar menghasilkan produk yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan pelanggan. Jadi, manajemen mutu bukanlah seperangkat peraturan dan ketentuan yang kaku yang harus diikuti, melainkan seperangkat prosedur proses untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja (Mohammad Ali, 2007: 344).

Dalam manajemen produksi, ada suatu mekanisme penjaminan agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi standar mutu. Untuk itu pengendalian mutu harus dilakukan sejak awal perencanaan. Apabila pengendalian mutu dilakukan setelah produk dihasilkan bisa menghadapi resiko terjadinya sejumlah produk yang tidak sesuai dengan standar yang diharapkan. Dalam paradigma demikian, tujuan utama manajemen mutu adalah untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kesalahan dalam proses produksi, dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksankan selama proses produksi dapat berjalan sebaik-baiknya sesuai standar. Dengan demikian, dalam manajemen mutu bukan sekedar berupaya agar produk yang dihasilkan memenuhi standar mutu, tetapi lebih difokuskan pada bagaimana proses produksi bisa terlaksana dengan baik, sesuai dengan prosedur yang seharusnya dilakukan. Dengan proses produksi yang baik, tentu akan dapat menghasilkan produk yang baik pula.

2. Manajemen Mutu Pendidikan
Pendidikan yang bermutu dan berkualitas merupakan harapan dan dambaan bagi setiap warga negara ini. Masyarakat, baik yang terorganisir dalam suatu lembaga pendidikan, maupun orang tua/wali murid, sangat berharap agar murid dan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang bermutu agar kelak dapat bersaing dalam menjalani kehidupan. Untuk menjawab harapan masyarakat tersebut, setiap lembaga pendidikan hendaknya selalu berupaya agar pendidikan yang dikelolanya dapat menghasilkan produk yang berkualitas, yaitu produk yang dapat memuaskan para pelanggan.

Praktek penyelenggaraan pendidikan dapat dikiyaskan dengan proses produksi dalam sebuah perusahaan (industri). Hanya saja, produk yang dihasilkan lembaga pendidikan dalam bentuk jasa. Oleh karena itu lembaga pendidikan dapat dikatakan sebagai perusahaan jasa. (Mohammad Ali, 2007: 346). Dari prespektif ini, mutu dan kualitas layanan (jasa) yang dihasilkan merupakan ukuran mutu sebuah lembaga pendidikan. Yaitu sejauh mana kepuasaan pelanggan terhadap jasa yang dihasilkan.

Menurut Mulyasa, sebagai industri jasa, mutu lembaga pendidikan dapat diukur dari pelayanan yang diberkan oleh pengelola pendidikan beserta seluruh karyawan kepada para pelanggan sesuai dengan standar mutu tertentu (Mulyasa, 2005: 226), bukan hanya dalam bentuk kualitas lulusannya. Pendidikan yang bermutu tidak dapat hanya dilihat dari kualitas lulusannya, tetapi juga mencakup bagaimana lembaga pendidikan mampu memenuhi dan melayani kebutuhan pelanggan sesaui dengan standar mutu yang berlaku. Yang dimaksud pelanggan di sini adalah pelanggan internal, yaitu guru dan tenaga kependidikan lainya, dan pelanggan eksternal yaitu peserta didik dan pihak-pihak terkait di luar lembaga pendidikan tersebut. Dengan demikian, sekolah dikatakan bermutu apabila mampu memberi layanan sesuai atau bahkan melebihi harapan guru, karyawan, peserta didik, dan pihak-pihak lain yang terkait seperti orang tua, penyandang dana, pemerintah atau dunia kerja pengguna lulusan.

Untuk memberikan jaminan terahadap mutu dan kualitas, lembaga pendidikan harus mengetahui dengan pasti apa yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Lembaga pendidikan hendaknya selalu berupaya mensinergikan berbagai komponen untuk melaksanakan manajemen mutu pendidikan yang dikelolanya agar dapat menjalankan tugas dan fungsi kependidikan. Untuk itu, kerjasama dengan semua komponen sekolah dalam manajemen harus menjadi prioritas. Komponen sekolah dimaksud adalah para pendidik, karyawan, peserta didik, orang tua/wali, maupun masyarakat.

Kerjasama dengan komponen sekolah dimaksudkan untuk melibatkan dan memberdayakan mereka dalam proses organisasi baik dalam pembuatan keputusan mupun pemecahan masalah. Oleh karena itu, pada saat ini telah menggejala hampir di seluruh dunia sebuah cara untuk meningkatkan mutu pendidikan yaitu school based management yang di Indonesia dikenal dengan istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri untuk menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah (Mulyasa, 2004: 24).

Hal ini merupakan salah satu bentuk pembaharuan pendidikan, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk meneyelenggarakan pendidikan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan lingkungan. Kecuali pemberian kewenangan yang cukup besar tersebut, pelaksanaan MBS juga memberikan beban pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya yang ada kepada sekolah yang bersangkutan.

Karena itu, MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, sehingga menjamin partisipasi semua komponen pendidiikan yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong komitmen mereka terhadap penyelenggaraan pendidikan. Yang pada akhirnya akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah. (Mulyasa, 2004: 26).

Keberhasilan manajemen mutu dalam dunia pendidikan (sekolah) dapat diukur tingkat kepuasaan pelanggan. Sekolah dapat dikatakan berhasil jika mampu memberikan layanan sesuai harapan pelanggan. Menurut Depdiknas (1999), sebagaimana dikutip Syafaruddin (2005: 289), menyebutkan 4 (empat) hal yang merupakan cakupan keberhasilan manajemen sekolah, yaitu :

a. Siswa puas dengan layanan sekolah, yaitu dengan pelajaran yang diterima, perlakuan guru, pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah atau siswa menikmati situasi sekolah dengan baik.

b. Orang tua siswa merasa puas dengan layanan terhadap anaknya, layanan yang diterimanya dengan laporan tentang perkembangan kemajuan belajar anaknya dan program yang dijalankan sekolah

c. Pihak pemakai lulusan puas karena menerima lulusan dengan kualitas tinggi dan sesuai harapan, dan

d. Guru dan karyawan puas dengan layanan sekolah, dalam bentuk pembagian kerja, hubungan dan komunikasi antar guru/pimpinan, karyawan, gaji/honor yang diterima dan pelayanan.

3. Pentingnya Manajemen Mutu dalam Pendidikan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah membawa dampak pada pengelolaan pendidikan di daerah, dengan diberlakukannya desentralisasi pendidikan. Dengan diberlakukannya otonomi pendidikan, diharapkan akan berpengaruh positif terhadap tumbuhnya lembaga pendidikan yang berkualitas. Setiap lembaga pendidikan diharapkan mampu menggali sumber daya dan potensi daerah berbasis keunggulan lokal.

Konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan dari desentralisasi pendidikan tersebut, karena budaya dan potensi daerah yang sangat beragam, adalah lulusan yang bervariasi. Oleh karena itu, upaya standarisasi mutu dan jaminan bahwa penyelenggaraan pendidikan memenuhi standar mutu harus menjadi fokus perhatian dalam upaya memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan secara nasional.

Mohammad Ali (2007: 342) memaparkan, bahwa untuk menjamin terselenggaranya pendidikan sesuai dengan standar mutu, diperlukan penilaian secara terus menerus dan berkesinambungan terhadap kelayakan dan kinerja yang dilakukan dalam rangka melakukan pebaikan dan peningkatan mutu sekolah. Penilaian terhadap kelayakan dan kinerja secara berkesinambungan tesebut tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan manajemen, khususnya manajemen mutu sekolah, yang mempunyai tujuan utama mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kesalahan dalam proses produksi, dengan cara mengusahakan agar setiap langkah yang dilaksankan selama proses produksi dapat berjalan sebaik-baiknya sesuai standar.

Dari paparan di atas, dapat ditarik pemahaman bahwa untuk menjamin pelaksanaan standarisasi mutu dan kualitas pendidikan, manajemen mutu mempunyai peranan penting. Sebab, kegiatan dalam manajemen mutu bukan sekedar berupaya agar produk yang dihasilkan memenuhi standar mutu, tetapi lebih difokuskan pada bagaimana proses produksi bisa terlaksana dengan baik, sesuai dengan prosedur yang seharusnya dilakukan agar dapat menghasilkan produk yang memuaskan pelanggan, khususnya masyarakat pengguna jasa pendidikan.

C. Kesimpulan
Setelah melakuan kajian dan pembahasan tentang manajemen mutu dalam pendidikan, berikut ini disampaikan kesimpulan-kesimpulan :

1. Manajemen mutu dimaksudkan untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kesalahan dalam proses produksi, agar setiap langkah yang dilaksankan selama proses produksi dapat berjalan dengan baik.

2. Pendidikan yang bermutu tidak dilihat hanya dari kualitas lulusannya, tetapi juga mencakup bagaimana lembaga pendidikan mampu memenuhi dan melayani kebutuhan pelanggan sesaui dengan standar mutu yang berlaku.

3. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu memberi layanan sesuai atau bahkan melebihi harapan guru, karyawan, peserta didik, dan pihak-pihak lain yang terkait seperti orang tua, penyandang dana, pemerintah atau dunia kerja pengguna lulusan.

4. Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu diperukan manajemen mutu dalam semua layanan kependidikan yang dilaksanakan.







DAFTAR PUSTAKA



Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005.

Komariah, Aan dan Cepi Tiratna, Visionary Leadership, Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Ali, Mohammad, “Penjaminan Mutu Pendidikan” dalam Mohammad Ali, Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S., Sudjana, D., dan Rasjidin, W. (Penyunting), Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Jilid II., Bandung: Pedagogiana Press, 2007.

Wiriadihardja, Moefti, Dimensi Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Balai Pustaka, 1987.

Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Cet. Ke-5., Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.

____________, Manajemen Berbasis Sekolah, Cet. Ke-7., Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.

No comments:

Post a Comment